KKP Beri Penghargaan kepada Tiga Tokoh Inspirasi Ekonomi Biru

JAKARTA, (9/6) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memberikan penghargaan kepada tiga tokoh inspirasi Ekonomi Biru pada puncak acara peringatan Hari Laut Sedunia di Kota Batam, Kepulauan Riau, Jumat (9/6/2023).

Penghargaan diberikan kepada Presiden Ke-4 Indonesia Alm KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Menteri Kelautan dan Perikanan pertama Alm Sarwono Kusmaatmadja, serta Prof. Hasjim Djalal, Diplomat dan Pakar Hukum Laut yang mewujudkan pengakuan bahwa Indonesia adalah negara kepulauan.

“Penghargaan ini sebagai wujud terima kasih dan apresiasi KKP kepada tokoh inspirasi karena sangat berjasa dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan Indonesia di tingkat nasional dan juga global,” ungkap Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono usai menyerahkan penghargaan kepada keluarga para tokoh.

Menteri Trenggono mengutarakan kekagumannnya kepada tokoh-tokoh inspiratif tersebut. Semuanya dianggapnya sebagai guru, khususnya dalam melakukan transformasi tata kelola sektor kelautan dan perikanan Indonesia.

“Saya menghormati betul kepada Gus Dur. Begitu juga dengan Pak Sarwono dan Prof Hasjim,” akunya.

Putri Gusdur Yenny Wahid yang menerima penghargaan, menyampaikan apresiasinya kepada KKP. Semasa menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia, Gus Dur dikenal memiliki visi jauh ke depan dengan menggagas pembentukan sebuah departemen baru dalam Kabinet Persatuan Nasional yaitu Departemen Eksplorasi Laut pada tahun 1999 sebagai cikal bakal berdirinya Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Departemen ini bertugas mengawal tata kelola kelautan dan perikanan yang maju dan berkelanjutan. Hal tersebut merupakan gebrakan yang menggeser paradigma pembangunan yang waktu itu masih berorientasi terestrial. Keputusan Gusdur telah berdampak terhadap terangkatnya isu kelautan sebagai mainstream pembangunan ekonomi nasional.

“Ini hal yang sangat kami apresiasi dan menjadi semangat, menjadi sebuah bukti bahwa cita dan visi Gus Dur untuk mewujudkan sektor kemaritiman sebagai salah satu tongkak perekonomian Indonesia, juga tonggak strategi diplomasi baru bagi Indonesia. Sektor kemaritiman akan terus dikembangkan di Indonesia, dan menjadi kuatan dalam menjadikan Indonesia negara yang punya kekuatan ekonomi besar di dunia,” ungkap Yenny.

Sementara itu Prof Hasjim melalui video juga menyampaikan rasa terima kasih atas pemberian penghargaan sebagai Tokoh Inspirasi Ekonomi Biru. Prof Hasjim dikenal sebagai pelaku sejarah yang tercatat sebagai salah satu arsitek UNCLOS yang disahkan PBB pada 10 Desember 1982.

Bersama dengan Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, Prof Hasim Djalal turut memperjuangkan kepentingan Indonesia seperti yang diamanatkan oleh Deklarasi Juanda.

“Saya menghargai penghargaan yang diberikan kepada orang-orang yang dianggap berjuang kesatuan Nusantara. Nusantara itu tidak hanya darat, tapi juga laut, dan udara. Makanya selama puluhan terakhir ini, kita sudah sangat aktif sekali memperjuangkan kedaulatan kita di laut dan dan di permukaan. Itu sudah diakui oleh dunia internasional,” ujarnya Prof. Hasjim.

Rasa terima kasih juga disampaikan putra almarhum Menteri Kelautan dan Perikanan pertama Sarwano Kusumaatmadja, Krisnan Kusumaatmadja. Ayahnya diakuinya sebagai sosok yang peduli dengan sektor kelautan dan perikanan yang ditunjukkan dengan berbagai aksi nyata.

“Apa yang beliau pedulikan ditunjukkan dengan aksi-aksi nyata. Beliau berani mengambil tindakan atau keputusan yang pada masanya mungkin baru, tapi bisa dipakai sampai di masa depan,” ungkap Krisnan.

Sarwono Kusumaatmadja merupakan politisi sekaligus teknokrat lintas zaman yang mendorong pembahasan RUU Kelautan. UU Kelautan memberikan amanat pembangunan kelautan dan perikanan dengan pendekatan Ekonomi Biru.

Sebagai informasi, KKP menggelar sejumlah kegiatan di Kota Batam pada 8 dan 9 Juni 2023 untuk memperingati tiga hari besar di bidang kelautan dan perikanan, yakni Hari Laut Sedunia, Hari Perlawanan terhadap IUU Fishing, serta Hari Segitiga Terumbu Karang.

Kegiatan-kegiatan tersebut diantaranya FGD tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di laut. Lalu aksi penyegelan kegiatan reklamasi ilegal dan penyegelan 20 ton ikan impor yang peruntukannya menyalahi aturan, serta peninjauan lokasi pencemaran limbah di perairan Tanjung Bemban.

BIRO HUBUNGAN MASYARAKAT DAN KERJA SAMA LUAR NEGERI

Beri Kemudahan, KKP Fasilitasi Migrasi Perizinan Kapal Perikanan

BATAM, (9/6) – Kementerian Kelautan dan Perikanan memberikan kemudahan bagi pelaku usaha perikanan tangkap untuk bermigrasi perizinan dari izin daerah menjadi izin pusat. Fasilitasi ini dilakukan dalam bentuk gerai perizinan usaha perikanan tangkap di samping layanan secara online selama 24 jam.

Layanan ini dilakukan diiringi komitmen pelaku usaha untuk bermigrasi perizinannya. Sebelumnya, terdapat empat unit kapal perikanan izin daerah yang ditangkap aparat penegak hukum karena melanggar jalur penangkapan ikan dan melakukan aktivitas penangkapan ikan di atas 12 mil laut.

“Sudah siap ya izin pusat agar dapat melaut di atas 12 mil,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono di sela penyerahan simbolis dokumen surat izin usaha perikanan (SIUP) dan surat izin penangkapan ikan (SIPI) pada kunjungan kerjanya di Batam (8/6).

Menteri Trenggono menyampaikan, dengan beralih perizinannya ke pusat maka otomatis akan dikenakan penarikan pungutan hasil perikanan (PHP) pascaproduksi yang akan memberikan keadilan berusaha.

“Bayar PNBP-nya di belakang setelah ikan didaratkan, tidak lagi di depan sebagai syarat terbitnya SIPI,” imbuhnya.

Pelaku usaha perikanan, Nazirin menyatakan komitmennya untuk mengikuti proses migrasi perizinan kapal miliknya serta melakukan penangkapan ikan dengan mengikuti seluruh ketentuan. Tujuannya agar sumber daya dan usaha perikanan tetap berkelanjutan untuk kesejahteraan seluruh masyarakat.

“Pelayanan seperti ini sangat membantu, kami dapat mengurus sendiri dengan mudah tanpa melibatkan calo atau pengurus keagenan kapal,” ungkapnya.

Sementara itu, Plt Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Agus Suherman mengatakan kegiatan serupa akan terus dilakukan untuk memberikan fasilitasi dan percepatan pelaksanaan proses migrasi izin daerah menjadi izin pusat.

Pelaksanaan gerai perizinan tersebut akan melayani dokumen kapal dan dokumen perizinan secara cepat dan terintegrasi yaitu SIUP, persetujuan pengadaan kapal perikanan (PPKP), sertifikat kelaikan kapal perikanan (SKKP), buku kapal perikanan (BKP), SIPI dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI)

Sebagai informasi, untuk percepatan proses migrasi perizinan berusaha tersebut telah diterbitkan dalam Surat Edaran Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor B.701/MEN-KP/VI/2023 tentang Migrasi Perizinan Berusaha Subsektor Penangkapan Ikan dan Perizinan Berusaha Subsektor Pengangkutan Ikan. Fasilitas kemudahan melalui SE ini diharapkan digunakan secara optimal oleh para pelaku usaha.

HUMAS DITJEN PERIKANAN TANGKAP

PP Sedimentasi Amanatkan Perlindungan dan Rehabilitasi Ekosistem Bukan Sebatas Pemanfaatan

JAKARTA, (9/6) – Kementerian Kelautan dan Perikanan mengajak semua pihak untuk melihat lebih jauh mengenai substansi Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.

Kebijakan ini sejatinya bukan sebatas untuk mendukung pelaksanaan proyek-proyek pembangunan, tapi juga mengamanatkan dilakukannya perlindungan dan rehabilitasi terhadap ekosistem dari hasil sedimentasi yang dikelola.

“Sejak PP ini diterbitkan, segala perdebatan yang kita terima. Ada tiga kekhawatiran di dalamnya yaitu ekspor pasir laut, ancaman ekologi, dan ada siapa di balik kebijakan ini. Sebetulnya dari tiga isu itu kalau memang kita sudah membaca PP tersebut dari awal, manfaatnya apa pertimbangannya apa dan dasar-dasar kebijakannya apa sudah jelas. Ada tugas dan tanggung jawab KKP yang harus memelihara laut,” ungkap Dirjen Pengelolaan Ruang Laut Victor G Monoppo dalam diskusi tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut yang menjadi rangkaian peringatan Hari Laut Sedunia di Batam, Kepulauan Riau, Kamis (8/6/2023).

Dalam Pasal 2 disebutkan, pengelolaan dilakukan untuk menanggulangi sedimentasi yang dapat menurunkan daya dukung dan daya tampung ekosistem pesisir dan laut serta kesehatan laut. Kemudian untuk mengoptimalkan hasil sedimentasi di laut untuk kepentingan pembangunan dan rehabilitasi ekosistem pesisir dan laut.

“Jadi pemanfaatannya bukan sebatas untuk kepentingan pembangunan, tapi juga adanya perlindungan pada ekosistem dan amanat memanfaatkan hasil sedimentasi untuk rehabilitasi ekosistem di situ,” tambah Victor.

Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan bidang Hubungan Luar Negeri Edy Putra Irawady menjelaskan beberapa hal yang melatarbelakangi pemerintah menerbitkan kebijakan tata kelola sedimentasi di laut.

Mulai dari kewajiban negara memastikan lautnya sehat dan bersih untuk menjamin keberlanjutan ekologi, mendukung kepentingan nasional dan adanya mandat internasional tentang kesehatan laut, serta tidaknya adanya standarisasi reklamasi selama ini yang berimbas pada kerusakan ekosistem.

“Kita selama ini absennya standarisasi reklamasi. Batam ini paham sekali, bagaimana dikeruk bukit-bukit untuk reklamasi karena tidak ada supply (material). Saya sudah beberapa kali ke Busan, Korea, mereka sudah punya standarisasi reklamasi, material apa, ukuran apa, karena setiap bahan yang digunakan ada standarnya sendiri,” beber Edy Putra.

Asisten Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Media dan Komunikasi Publik Doni Ismanto mengatakan pihaknya sangat terbuka dengan masukan semua lapisan masyarakat mengenai PP 26/2023.

“Semuanya boleh bersuara menyatakan pendapatan tentang isu yang sedang hangat sekarang. Tapi saya harap tidak dilandasi dengan pikiran negatif lebih dulu. Karena pemerintah membuat kebijakan ini dengan niat baik menjaga laut tetap sehat,” ungkapnya.

Doni mengajak semua pihak untuk melihat secara komprehensif isi peraturan tersebut bukan cuma dari sisi ekspor pasir. Pemerintah menata pengelolaan hasil sedimentasi di laut utamanya untuk kepentingan ekologi.

Sikap Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, sambungnya, selama ini juga sudah jelas menempatkan ekologi sebagai panglima dalam membangun tata kelola kelautan dan perikanan, termasuk soal pengelolaan hasil sedimentasi di laut.

“Pesan pak menteri yang beliau sudah berulang kali mengatakan bahwa panglima beliau adalah ekologi. Dalam membuat kebijakan pasti yang didahulukan beliau adalah ekologi bukan ekonomi,” tegasnya.

Hal senada disampaikan Asisten Deputi Pengelolaan Ruang Laut dan Pesisir Kementerian Koordinator bidang Maritim dan Investasi Rasman Manafi. PP Nomor 26 tahun 2023 menurutnya lebih mengutamakan pengendalian dari ancaman kerusakan ekosistem dibanding pemanfaatan hasil sedimentasi untuk kepentingan ekonomi.

“Bahwa regulasi yang kita bicarakan bukan hanya pemanfaatan tapi juga kita bicara pelindungan dan pelestarian. Kita bicara saat ini sedimentasi. Sangat tidak benar kalau itu hanya soal pemanfataan,” ujarnya.

Sementara itu, Akademisi Universitas Sriwijaya Prof. Iskhaq Iskandar mengungkapkan pentingnya kajian matang dalam pemanfaatan hasil sedimentasi di laut. Kajian untuk menjamin pemanfaatan hasil sedimentasi tidak membawa dampak negatif pada lingkungan seperti terjadinya abrasi.

Selain kajian oleh pemerintah, pelaku usaha yang mengajukan izin pemanfaatan pun harus memiliki kajian. Dengan adanya kajian, sekaligus akan menjawab kekhawatiran publik mengenai potensi kerusakan ekosistem dari aktivitas pemanfaatan hasil sedimentasi di laut.

“Kami menyarankan bahwa aktivitas pemanfaatan sedimentasi laut ini perlu kajian sebelum dimanfaatkan. Kalau di bidang oseanografi sangat memungkinkan dilakukan permodelan pada saat kondisi sekarang seperti apa, kalau dimanfaatkan sedimentasinya apakah kondisinya hidro-oseanografinya berubah atau tidak. Sehingga pada saat pelaku usaha menyampaikan proposal pemanfaatan, dia harus membuat permodelannya dulu bagaimana,” ujar Prof Iskhaq.

Anggota Asosiasi Pasir Laut Kepri, Iskandar Syah menilai terbitnya PP 26/2023 sebagai terobosan mengingat banyaknya kegiatan reklamasi di Indonesia. Dengan adanya regulasi ini, material yang dibutuhkan menjadi jelas sumbernya.

Dia berharap masyarakat melihat aturan tersebut secara menyeluruh, dan tidak memicu terjadinya benturan atas terbitnya PP sedimentasi. Sebab menurutnya di dalamnya mencakup aspek perlindungan ekosistem sekaligus mempertimbangkan manfaat ekonomi dari hasil sedimentasi yang ada.

“Ada sebuah terobosan oleh pemerintah, banyak yang mau kita reklamasi, sumbernya di mana? Di Kepri sendiri proyek reklamasi banyak, dan itu butuh dari mana (materialnya). Tinggal bagaimana kita menerangkan ini secara utuh ke masyarakat sehingga tidak terjadi konflik, karena sekarang banyak orang mencoba bentur-benturkan padahal itu bisa beriringan,” urai Iskandar.

Sebagai informasi, KKP mengelar diskusi tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut dalam rangka memperingati tiga hari besar dalam kelautan, yakni Hari Laut Sedunia, Hari Internasional Memerangi Penangkapan Ikan Ilegal, dan Coral Triangle Day. Diskusi mengundang berbagai pihak mulai dari perwakilan pemerintah daerah, akademisi, lembaga lingkungan, hingga asosiasi.

BIRO HUBUNGAN MASYARAKAT DAN KERJA SAMA LUAR NEGERI

PP Sedimentasi Lindungi Pasir Laut dari Eksploitasi

JAKARTA, (7/6)- Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menegaskan penerbitan regulasi pengelolaan hasil sedimentasi di laut akan melindungi ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil dari ancaman aktivitas pengambilan pasir laut secara ilegal.

“Selama ini belum ada aturannya, berarti ngambil (pasir laut) bebas dari pantai, dari pulau-pulau. Ini yang kita atur. Dari mana saya bisa tau seperti itu? Ketika Ditjen PSDKP kita operasi pengawasan. Contoh di Pulau Rupat, hampir habis itu pulau-nya disedotin pasirnya. Kemudian di Pulau Bawah, banyaklah di daerah Batam dan sebagainya. Itu kita stop dan kita segel,” ujar Menteri Trenggono di sela-sela kunjungan kerjanya di Yogyakarta, Selasa (6/6/2023).

Menurutnya, penggunaan pasir laut untuk kegiatan reklamasi juga menjadi lebih tertata dengan terbitnya PP 26/2023. Ke depan material yang boleh dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan reklamasi adalah hasil sedimentasi, bukan pasir laut yang diambil dari sembarang lokasi.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 disebutkan, hasil sedimentasi di laut berupa material alami yang terbentuk oleh proses pelapukan dan erosi, yang terdistribusi oleh dinamika oseanografi dan terendapkan yang dapat diambil untuk mencegah terjadinya gangguan ekosistem dan pelayaran.

Hasil sedimentasi yang dapat dimanfaatkan bisa berupa lumpur maupun pasir laut. “Karena reklamasi membutuhkan pasir laut, sekarang di atur, seluruh reklamasi yang izinnya kita setujui, reklamasinya harus dari sedimentasi. Tetapi juga hasil sedimentasi itu banyak sekali kandungannya, ada lumpur, ada pasir, atau material yang lain,” tambahnya.

Hasil sedimentasi jika dibiarkan diakuinya juga bisa menganggu kelestarian ekosistem laut. Untuk itu, kebijakan pengelolaan hasil sedimentasi yang terdiri dari perencanaan, pengendalian, pemanfaatan, dan pengawasan sesuai PP 26/2023 penting dilakukan untuk menjaga keberlanjutan ekosistem serta membawa manfaat ekonomi bagi masyarakat dan negara.

“Indonesia itu dapat bonus geografi. Indonesia itu tempat putaran arus. Yang secara peristiwa oseanografi itu material di dalamnya, bisa berupa lumpur, pasir itu ngumpul. Satu dia nutupi alur pelayaran, kedua dia nutupi terumbu karang, padang lamun, tentu ini tidak sehat dong lautnya kalau kaya gini,” urainya.

Pihaknya saat ini tengah mempersiapkan aturan turunan, yang di dalamnya juga terdapat Tim Kajian yang terdiri dari institusi pemerintah, lembaga oseanografi, perguruan tinggi, hingga pegiat lingkungan. Tim Kajian terdiri dari berbagai unsur membuat pengelolaan hasil sedimentasi di laut menjadi lebih ketat dan transparan.

Untuk itu, dia mengajak pihak-pihak yang memiliki kapasitas untuk ambil bagian dalam tata kelola hasil sedimentasi di laut. Dengan demikian, pelaksanaan kebijakan tersebut dapat diawasi secara bersama-sama.

“Saya ini panglimanya ekologi. Membuat kebijakan tidak boleh ada vested di dalamnya. Kebijakan harus bebas dan benar-benar untuk kepentingan bangsa dan negara,” pungkasnya.

Sementara itu Kepala Badan Riset dan SDM KP, I Nyoman Radiarta menambahkan bahwa sedimentasi dapat ditemukan di beberapa lokasi seperti di muara sungai, maupun pada perairan laut bahkan membentuk gosong yang justru dapat mengganggu alur nelayan dan tempat pemijahan. Hasil sedimentasi yang tidak dikelola dengan baik, diakuinya juga akan berdampak pada kelestarian ekosistem dan produktivitas masyarakat baik itu masyarakat pesisir maupun umum.

Lebih lanjut Nyoman menyampaikan, dalam melakukan eksplorasi sedimen laut harus menggunakan sarana yang ramah lingkungan yang  tidak mengancam kepunahan biota laut, tidak mengakibatkan kerusakan permanen habitat biota laut, tidak membahayakan keselamatan pelayaran dan tidak mengubah fungsi dan peruntukan ruang yang telah ditetapkan, serta memiliki  sarana untuk memisahkan mineral berharga.

Sebagai informasi, tujuan pemerintah menerbitkan PP 26/2023 sebagai mana tertuang dalam Pasal 2 yakni untuk menanggulangi sedimentasi yang dapat menurunkan daya dukung dan daya tampung ekosistem pesisir dan laut serta kesehatan laut; dan untuk mengoptimalkan hasil sedimentasi di laut untuk kepentingan pembangunan dan rehabilitasi ekosistem pesisir dan laut.

BIRO HUBUNGAN MASYARAKAT DAN KERJA SAMA LUAR NEGERI

KKP Hadirkan Program SFV untuk Desa Produktif di Gelaran Penas XVI 2023

JAKARTA, (7/6) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM KP) siap menghadirkan program Smart Fisheries Village (SFV) pada gelaran akbar Pekan Nasional (Penas) XVI di Padang, Sumatera Barat pada 10-15 Juni 2023. Desa-desa unggulan di Indonesia diharapkan dapat mengadaptasi program tersebut untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.

“Penas merupakan ajang yang baik bagi KKP untuk mempromosikan dan menyosialisasikan Program Prioritas Berbasis Ekonomi Biru. BRSDM mencoba mengimplementasikannya melalui Program Strategis BRSDM KP yakni SFV dan Vocational Goes to Actors (Voga) dengan menghadirkan Mini SFV dan Balai Pelatihan SFV,” terang Kepala BRSDM, I Nyoman Radiarta, pada talkshow Bincang Bahari ‘Menuju Penas Petani Nelayan XVI 2023 – Gelar Teknologi dan Aquaculture Expo’, di Media Center KKP, Selasa (6/6/2023).

Mini SFV yang KKP hadirkan pada Penas XVI 2023 mengadopsi pertanian dan perikanan serta komoditas lokal yang disebut minapadi atau mina holtikultura. Di samping itu juga terdapat Balai Pelatihan SFV yang menyajikan saung tematik berisi coaching clinic dalam hal budidaya, pengolahan produk, kesehatan ikan, dan beragam materi terkait lainnya. Balai Pelatihan SFV juga akan mengakomodir Program Kampung Nelayan Maju (Kalaju) dan Kampung Perikanan Budidaya (KPB), yang merupakan salah satu Program Prioritas KKP.

KKP juga memeriahkan acara yang berlangsung di Lanud Sutan Sjahrir itu melalui kegiatan humaniora berupa lomba mewarnai, menggambar, kuis berhadiah, dan kegiatan menarik lainnya, yang bertujuan untuk menyosialisasikan Program Strategis BRSDM serta Program Prioritas KKP.

Seluruh Eselon I juga akan terlibat bersama untuk menyukseskan peran KKP dalam Penas  2023. Dukungan Eselon I lainnya juga akan terimplementasi pada pelatihan tematik dan pameran yang terselenggara, yg menyajikan berbagai inovasi.

“Dengan hadirnya Mini SFV dan Balai Pelatihan SFV, tentunya kita berharap hal ini dapat menjadi satu percontohan dan pengungkit ketersedian pangan untuk masyarakat, pangan untuk desa,  dan pangan untuk keluarga,” tutur Nyoman.

Nyoman melanjutkan, SFV sudah berhasil diimplementasikan BRSDM KP di beberapa lokasi, contohnya di Desa Panembangan, Banyumas, dan sudah terbukti dapat memberikan pengungkit ekonomi, tidak hanya dari sisi perikanan ataupun pertanian tapi juga dari sisi pariwisata.

“Mari kita jalin kolaborasi bersama untuk melaksanakan pembangunan kelautan dan perikanan yang berkelanjutan sehingga dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan,” tegas Nyoman.

Pada Bincang Bahari KKP, Kepala Kesekretariatan Panitia Penyelenggara Penas Petani Nelayan XVI, Hermanto, menuturkan bahwa melalui Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) diharapkan ada peran besar KKP bersama Kementan secara bersama mendukung kegiatan KTNA. Pihaknya juga berharap KTNA terlibat dalam hal penyusunan kebijakan KP dan menjadi mitra dalam hal apapun berkait dengan sektor KP.

“Melalui Penas kita harap terwujud peningkatan kompetensi SDM, sehingga petani dan nelayan dapat lebih berkembang dan mandiri untuk dapat meningkatkan usaha, bisnis dan menguasai teknologi,” ucapnya.

Narasumber lainnya pada Bincang Bahari KKP yakni Lailina Zarmi Putri, yang merupakan Ketua Pusat Pelatihan Mandiri Kelautan dan Perikanan (P2MKP) Riak Manapi. Dikatakan bahwa pihaknya akan ikut serta berperan aktif menyukseskan gelaran Penas XVI 2023 melalui keikutsertaan dalam mengisi stand bazar dengan menyajikan beragam produk olahan perikanan.

Pekan Nasional Petani Nelayan merupakan forum pertemuan petani nelayan dan petani hutan sebagai wadah kegiatan belajar mengajar, tukar menukar informasi, pengalaman serta pengembangan kemitraan dan jejaring kerjasama antara para petani nelayan dan petani hutan, peneliti, penyuluh, pihak swasta dan pemerintah sehingga dapat membangkitkan semangat, tanggungjawab serta kemandirian sebagai pelaku utama pembangunan pertanian, perikanan dan kehutanan.

Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan motivasi dan kegairahan petani nelayan dan petani hutan serta masyarakat pelaku agribisnis dalam pembangunan sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan melalui kemitraan yang saling menguntungkan.

HUMAS BRSDM

KKP Lawan IUU Fishing Lewat Kebijakan PIT dan Pengawasan Terintegrasi

JAKARTA (5/6) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyampaikan komitmennya untuk terus memerangi praktik penangkapan ikan secara ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur (IUU Fishing) melalui kebijakan Penangkapan Ikan Terukur (PIT) berbasis kuota dan pengawasan terintgrasi berbasis teknologi.

Hal tersebut disampaikan menyambut peringatan  hari International The Day for the Fight Against IUU Fishing (Hari Internasional Perlawanan Terhadap IUU Fishing) hari ini (5/6) yang merupakan momentum semangat pemberantasan IUU fishing di tingkat global.

Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono menyebutkan bahwa pihaknya berkomitmen akan membenahi pengaturan mengenai penangkapan ikan di laut melalui Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur yang telah diberlakukan secara resmi pada tahun ini.

“Melalui PIT, kegiatan penangkapan ikan di laut Indonesia diatur dalam sistem kuota dan zonasi, sehingga mampu mencegah terjadinya tindakan IUUF sekaligus mempromosikan praktik penangkapan ikan yang bertanggung jawab”, ujarnya.

Menteri Trenggono menegaskan bahwa kebijakan Penangkapan ikan terukur berbasis kuota merupakan satu dari lima program prioritas Ekonomi Biru yang tengah diusungnya untuk memulihkan ekologi laut. Ia memastikan bahwa dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut, pihaknya telah menyiapkan armada patroli di lapangan yang dipersenjatai lengkap dan terintegrasi dengan pesawat air surveillance dan teknologi berbasis satelit (Integrated Surveillance System).

Melalui strategi pengawasan terintegrasi berbasis teknologi, segala proses penangkapan ikan mulai dari keberangkatan (before fishing), pada saat penangkapan ikan (while fishing), hingga proses kedatangan kapal (after fishing) dan hilirisasi (post landing) dapat terpantau dan diawasi secara ketat oleh Command Center milik KKP.

Hal ini dibuktikan dengan sepanjang tahun 2023, Kapal Pengawas Kelautan dan Perikanan telah berhasil menghentikan aksi penangkapan ikan secara ilegal yang dilakukan oleh 70 kapal perikanan, yang terdiri dari 61 kapal ikan Indonesia dan 9 kapal ikan asing. Dari 9 kapal ikan asing yang ditangkap, 5 kapal perikanan berbendera Filipina, 3 kapal perikanan berbendera Malaysia, dan 1 kapal perikanan berbendera Vietnam.

“Kapal perikanan Indonesia banyak yang ditindak lantaran tidak melengkapi Perizinan Berusaha dan beroperasi tidak sesuai dengan jalur dan daerah penangkapan ikannya”, tutur Trenggono.

Melengkapi pernyataan yang disampaikan Menteri Trenggono, Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Laksda TNI Dr. Adin Nurawaluddin, M. Han menjelaskan bahwa kapal perikanan kurang dari 30 GT memang benar diperbolehkan berusaha menangkap ikan di atas 12 mil laut, asalkan telah memperoleh izin dari Pemerintah Pusat.

“Masalahnya, banyak kapal-kapal berukuran di bawah 30 GT ini yang belum mengantongi izin dari Pusat tapi sudah jalan menangkap ikan di atas 12 mil laut. Ini sama saja dengan praktik illegal fishing yang mampu menimbulkan overfishing”, terang Adin.

Selain penegakan hukum yang dilakukan, Adin menjabarkan bahwa KKP juga akan terus menambah jumlah armada kapal pengawas. Tahun ini Kapal Pengawas hibah dari Pemerintah Jepang telah diberangkatkan untuk memperkuat strategi pengawasan melawan IUU Fishing. Pihaknya mengatakan bahwa saat ini sebanyak 24 Awak Kapal Pengawas yang sebelumnya telah menjalani pengenalan komponen dan tata cara pengoperasian Kapal Pengawas baru telah dalam perjalanan membawa Kapal Pengawas yang diberi nama Orca 05 dari Jepang  menuju Indonesia.

Lebih lanjut Adin juga menambahkan bahwa konsistensi KKP dalam memberantas IUU Fishing juga secara nyata dilakukan melalui forum regional. Dimana Ditjen.PSDKP – KKP sejak tahun 2008 telah aktif berperan sebagai Sekretariat inisiasi pemberantasan IUU Fishing RPOA-IUU yang beranggotakan negara-negara Asean plus Australia, Timor Leste, dan Papua Nugini.

“5 program prioritas ekonomi biru merupakan penyempurnaan peran KKP dalam memberantas IUU Fishing secara nasional maupun regional”, pungkas Adin.

Untuk diketahui, penetapan 5 Juni sebagai hari International Day Against IUU Fishing termaktub dalam Resolusi  Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) nomor 9 tahun 2017. Penetapan ini merupakan wujud keseriusan dunia dalam menghadapi IUU Fishing sebagai salah satu kejahatan lintas negara atau bersifat transnasional yang telah mengancam keberlanjutan sumber daya kelautan dan perikanan.

HUMAS DITJEN PSDKP

Indonesia-Korea Kembangkan Teknologi Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan

JAKARTA (4/6) – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan  bekerja sama untuk mengembangkan teknologi pengelolaan sampah ramah lingkungan.

Hal tersebut menjadi salah satu fokus dalam dalam kerja sama yang akan dilakukan dengan Universitas Nasional Pusan, Korea Selatan melalui pendirian pusat kerjasama teknologi kelautan ramah lingkungan.

Bersama Presiden Universitas Pusan Cha Jeong In, Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Victor Gustaaf Manoppo akan bekerja sama mengembangkan teknologi di galangan kapal dan sektor kelautan kedua negara.

Victor mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi sampah laut dan plastik yang mengancam kesehatan keanekaragaman hayati laut, industri dan masyarakat. Oleh karenanya sampah laut dan plastik menjadi isu global yang harus ditangani dengan melibatkan berbagai pihak dan negara.

“Pengurangan sampah laut dan plastik relevan dengan salah satu kebijakan ekonomi biru KKP yaitu membersihkan lautan melalui partisipasi para nelayan, kami menyebutnya program Bulan Cinta Laut,” ujarnya pada Jumat (2/6) di Hydrogen Ship Technology Center Pusan National University (PNU HSTC) saat penandatanganan Letter of Intent (LoI).

Disampaikannya juga bahwa kerja sama ini adalah langkah awal untuk mengeksplorasi lebih jauh bagaimana menciptakan lautan yang lebih sehat melalui pemanfaatan teknologi yang dapat mengurangi sampah laut dan plastik sehingga akan berkontribusi pada konservasi lingkungan laut, pemanfaatan sumber daya laut yang berkelanjutan serta pencapaian target nasional untuk mengatasi volume sampah plastik.

“Saya mengapresiasi atas kemajuan kerjasama yang telah dirintis dan menjadikan momentum ini sebagai upaya bersama untuk mengatasi masalah sampah laut dan sampah plastik di lautan kita.

Di kesempatan yang sama, Presiden Universitas Pusan Jeong In Cha mengungkapkan bahwa Hydrogen Ship Technology Center menjadi contoh kapal ramah lingkungan untuk mengumpulkan dan mengolah sampah laut yang mengapung di laut.

“Hydrogen Ship Technology Center (HSTC) mengajukan perjanjian ini ke Pusan National University, dan Profesor Jae Myung Lee sebagai kepala Hydrogen Ship Technology Center menerima dukungan administrasi dan keuangan dari pemerintah untuk sumber daya dan pengembangan di bidang kapal hidrogen. Selain itu, Hydrogen Ship Technology Center menarik perhatian besar di dalam dan luar negeri karena mempromosikan proyek pengembangan dan menjadi contoh kapal ramah lingkungan yang mengumpulkan dan mengolah sampah laut yang mengapung,” terangnya.

Ke depan, Pusan National University akan melakukan berbagai upaya untuk memperkuat penelitian bersama di tingkat internasional dalam bidang teknik, lingkungan dan kelautan. PNU juga akan mengadakan pertukaran mahasiswa  ataupun kerja sama dalam pengembangan kebijakan maritim dan kebijakan ramah lingkungan.

“Saya berharap Korea dan Indonesia dapat mempertahankan kemitraan yang akan memberikan kontribusi bagi masyarakat internasional, seperti penyelesaian masalah sampah laut, melalui kerja sama di masa mendatang,” pungkasnya.

Pusan National University terus berkembang dan berhasil menjadi universitas yang terkemuka di bidang hidrogen dan energi ramah lingkungan. Hydrogen Ship Technology Center yang berada di tengah menjadi penghubung dan wadah untuk pertukaran dan kerja sama dengan Indonesia.

Sejalan dengan kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, KKP terus bersinergi dengan berbagai pihak khususnya dalam pengelolaan ruang laut yang mendukung program ekonomi biru.

HUMAS DITJEN PENGELOLAAN RUANG LAUT

KKP Promosi Ekspor di WOAH

JAKARTA, (3/6) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memanfaatkan forum The 90th General Session of the World Assembly of World Organization for Animal Health (WOAH) sebagai momen untuk mempromosikan ekspor perikanan Indonesia. Dalam pertemuan tersebut, delegasi KKP juga menggelar pertemuan bilateral dengan sejumlah negara mitra perdagangan.

Pertemuan WOAH sendiri bertujuan antara lain untuk mengetahui status dan situasi kesehatan hewan, termasuk hewan akuatik terkini di seluruh dunia dalam rangka analisis dan mitigasi risiko.

Selain itu, forum yang dihadiri 986 peserta dari 110 negara ini juga untuk mendapatkan informasi tentang ketentuan kesehatan hewan akuatik internasional serta melakukan konsultasi mengenai pengelolaan kesehatan dan pengendalian penyakit hewan akuatik.

“Ini forum strategis untuk meningkatkan kapasitas laboratorium pengujian penyakit hewan akuatik serta kinerja pengelolaan kesehatan dan pengendalian penyakit hewan akuatik di Indonesia,” kata Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM), Pamuji Lestari di Jakarta, Senin (29/5/2023).

Sosok yang akrab disapa Tari ini mengatakan pertemuan bilateral di sela forum ini antara lain pembahasan Laboratory Twinning Programme (LTP) dengan Jepang dalam rangka menambah ruang lingkup pengujian penyakit ikan di UPT BKIPM – Balai Uji Standar Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BUSKIPM) yaitu Megalocytivirus. Sebelumnya BUSKIPM telah menyelesaikan LTP dengan Yellow Sea Fisheries Research Institute (YSFRI Tiongkok) untuk ruang lingkup pengujian penyakit udang Infectious Hypodermal and Haematopoietic Necrosis Virus (IHHNV) dan White Spot Syndrome Virus (WSSV).

Kemudian pembahasan isu perkarantinaan dan perdagangan antara Indonesia dengan negara mitra seperti Amerika Serikat terkait permintaan agar ekspor carp ke USA diperbolehkan menggunakan metoda PCR untuk pengujian Spring Viraemia of Carp Virus (SVCV). Lalu usulan technical assistance berupa training pengujian SVCV dengan metoda tissue culture, percepatan proses registrasi eksportir tepung ikan, dan capacity building.

“Kita juga meminta Tiongkok melakukan percepatan proses penyelesaian Protocol dalam rangka kerjasama antara BKIPM dan GACC,” sambung Tari.

Tari menambahkan, pertemuan lain yakni Rusia terkait permintaan percepatan proses registrasi UPI baik yang baru diusulkan maupun yang lama namun sudah melakukan tindakan perbaikan. Sementara untuk Meksiko, BKIPM meminta mereka membuka kembali ekspor udang Indonesia ke pasar Meksiko.

“Untuk Singapura kami menyampaikan informasi regulasi Indonesia terkait pemasukan media pembawa dan hasil perikanan dan daftar penyakit ikan karantina, rencana pelaksanaan inspeksi/remote inspection, serta kunjungan ke Singapura dalam kerangka kerjasama Agriculture Working Group (AWG) Indonesia-Singapura,” urai Tari.

Sebagai informasi, forum WOAH di Paris, Prancis ini memiliki sejumlah agenda yang terdiri dari 4 plenary session antara lain membahas tentang Annual Report Tahun 2022, diskusi panel oleh beberapa organisasi internasional dengan topik One Health Approach, Antimicrobial Resistance; Strategic Planning and Performance Monitoring of Animal Health Interventions. Kemudian forum yang berlangsung 21-25 Mei 2023 ini juga membahas persoalan Current Animal Health Situation Worldwide; Amandemen terhadap Aquatic Animal Health Code dan Manual Diagnostic Test for Aquatic Animals; serta adopsi resolusi.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyebut kualitas atau penjaminan mutu produk perikanan harus dilakukan dari hulu ke hilir. Proses tersebut dimulai dari produksi hingga produk sampai ke tangan konsumen.

Hal ini perlu dilakukan untuk melindungi sumber daya hayati ikan agar tetap sehat, bermutu, dan bebas mikroplastik.

HUMAS BKIPM

Menteri Trenggono Jamin Monetisasi Sedimentasi Laut Transparan dan Akuntabel

JAKARTA, (1/6)- Kementerian Kelautan dan Perikanan menjamin pemanfaatan hasil sedimentasi di laut untuk kegiatan usaha, akan berjalan transparan, akuntabel serta mengedepankan data dan keilmuan karena prosesnya melibatkan banyak unsur dari mulai pemerintah, akademisi, hingga lembaga lingkungan yang tergabung dalam Tim Kajian.

Pembentukan Tim Kajian tertuang dalam Pasal 5 Bab Perencanaan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 yang menjadi dasar tata kelola hasil sedimentasi di laut. Tim Kajian memiliki tugas menyusun dokumen perencanaan pengelolaan hasil sedimentasi di laut yang mencakup sebaran lokasi prioritas, jenis mineral, dan volume hasil sedimentasi di laut.

Kemudian memuat prakiraan dampak sedimentasi terhadap lingkungan, upaya untuk pengendalian hasil sedimentasi di laut, rencana pemanfaatan hasil sedimentasi di laut, dan rencana rehabilitasi ekosistem pesisir dan laut.

“Akibat dari peristiwa oseanografi itulah terlahir yang namanya sedimentasi. Sedimentasi ini boleh digunakan tapi ada syaratnya, di dalam PP itu disebutkan dibentuk tim kajian yang terdiri dari Kementerian ESDM, KLHK, KKP, Perhubungan, perguruan tinggi dan bahkan kita minta juga dari LSM lingkungan. Ini nanti akan tertuang lebih detail dalam peraturan teknisnya, yaitu peraturan menteri yang sekarang sedang dipersiapkan,” ungkap Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono saat konferensi pers di Jakarta, Rabu (31/5/2023).

Dalam Pasal 5 ayat 6 PP 26/2023 disebutkan Tim Kajian terdiri dari unsur kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perhubungan, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup, instansi yang membidangi hidrografi dan oseanografi, pemerintah daerah, perguruan tinggi, dan kementerian/lembaga terkait lain.

Dengan adanya Tim Kajian yang terdiri dari banyak unsur, lanjut Menteri Trenggono, membuat pelaksanaan tata kelola hasil sidementasi di laut menjadi tidak asal-asalan dan jauh dari kepentingan tertentu. Termasuk mengenai boleh tidaknya memanfaatkan hasil sedimentasi khususnya pasir laut, menjadi komoditas ekspor.

Menteri Trenggono turut memastikan, tujuan utama penetapan PP 26/2023 untuk memenuhi kebutuhan pembangunan di dalam negeri yang jumlahnya cukup banyak. Ekspor baru bisa dilakukan setelah kebutuhan pasir laut dalam negeri terpenuhi.

“Jadi sekali lagi saya sampaikan, (PP) sedimentasi ini kita tetapkan tujuannya adalah untuk memenuhi reklamasi dalam negeri. Bahwasanya ada yang pengen ekspor keluar silahkan saja kalau Tim Kajian mengatakan bahwa hasil sedimentasi ini boleh, ya silahkah,” pungkasnya.

Sebagai informasi, hasil sedimentasi di laut yang bisa dimanfaatkan sebagaimana tertuang dalam Pasal 9 ayat 1, tidak sebatas pasir laut tapi juga material sedimen lain berupa lumpur yang bisa digunakan untuk  rehabilitasi ekosistem pesisir dan laut.

Selain perencanaan dan pemanfaatan, PP 26/2023 juga mengamanatkan dilakukannya pengendalian dan pengawasan dalam mengelola hasil sedimentasi di laut. Hal ini mendandakan tata kelola hasil sedimentasi di laut mencakup berbagai aspek tidak sebatas pemanfaatannya.

BIRO HUBUNGAN MASYARAKAT DAN KERJA SAMA LUAR NEGERI