Menteri Trenggono Pastikan PNBP Pascaproduksi Dilaksanakan untuk Kepentingan Nelayan

JAKARTA, (28/2) – Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono memastikan pelaksanaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Pascaproduksi di bidang perikanan tangkap untuk kepentingan masyarakat nelayan dan keberlanjutan Sumber Daya Ikan di Indonesia.

Dalam memungut PNPB Pasca-produksi itu, KKP mengakomodir kepentingan masyarakat nelayan dan pelaku usaha perikanan dengan menerbitkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 21 Tahun 2023 Tentang Harga Acuan Ikan yang terbit pada 20 Januari 2023.

“Beberapa waktu lalu saya bertemu nelayan dari daerah, saya sampaikan ke mereka silahkan kasih kami masukan berapa besarannya. Sekarang regulasi harga acuan ikan yang menjadi komponen dalam menetapkan pungutan PNBP pascaproduksi sudah terbit. Satu hal yang saya sampaikan, mari kita bersama-sama menjaga populasi perikanan terjaga dengan baik. Itu sebenarnya yang paling penting,” ungkap Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (28/2/2023).

Penetapan PNBP Pascaproduksi diatur dalam PP Nomor 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan. KKP telah menerbitkan sejumlah peraturan turunan dalam melaksanakan pungutan PNBP Pascaproduksi, salah satunya Kepmen KP 21/2023.

Penyesuaian Harga Acuan Ikan diakuinya tidak hanya mempertimbangkan masukan para pelaku usaha perikanan, tapi juga mempertimbangkan harga pokok produksi atau biaya operasional. Untuk itu dia meminta penyesuaian tersebut dipatuhi sehingga produktivitas perikanan tangkap yang ramah lingkungan di dalam negeri berjalan optimal.

“Nelayan langsung yang hidupnya bergantung dari laut, ini yang ingin kita sejahterakan. Caranya adalah sumber daya perikanan yang diambil oleh pelaku usaha penangkapan dari laut, juga harus dibagi dalam bentuk PNBP Pascaproduksi tadi yang bisa kita gunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat nelayan,” pungkasnya.

Penerapan PNBP Pascaproduksi didukung oleh infrastruktur teknologi salah satunya aplikasi e-PIT yang akan dipakai pelaku usaha untuk menginput jumlah hasil tangkapan. Dari sistem ini jugalah, pelaku usaha akan mengetahui secara otomatis besaran PNBP Pascaproduksi yang harus dibayarkan ke negara.

Dirjen Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini mengimbau pelaku usaha untuk jujur dalam menyampaikan hasil tangkapannya.

“Pesan kami kepada pelaku usaha, karena kami sudah mengakomodir penyesuaian PNPB Pascaproduksi melalui skema harga acuan ikan, saya minta juga kejujuran dari pelaku usaha agar melaporkan jumlah produksi secara jujur karena ini akan berkaitan dengan PNBP Pascaproduksi yang dibayarkan,” tegasnya.

Terdapat 77 pelabuhan perikanan di Indonesia yang siap melaksanakan PNPB Pascaproduksi dan kapal perikanan yang sudah mengantongi izin PNBP Pascaproduksi per Februari sebanyak 576 kapal.

Sementara itu, Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Laksamana Muda TNI Adin Nur Awaludin mengaku akan memperkuat pengawasan seiring pelaksanaan PNBP Pascaproduksi. Pengawasan dilakukan melalui teknologi serta patroli langsung di laut.

“Kalau mengacu pada modus beberapa tahun belakang, kadang pelaku usaha ada yang suka memanipulasi jumlah hasil tangkapannya. Ini tentu menjadi tantangan pengawasan agar tidak terjadi kehilangan potensi PNBP. Namun yang pasti kami siap mengoptimalkan program ini dengan pengawasan yang optimal,” akunya. BIRO HUBUNGAN MASYARAKAT DAN KERJA SAMA LUAR NEGERI

KKP Genjot Hilirisasi Perikanan Budidaya untuk Rajai Pasar Global

YOGYAKARTA (27/2) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggenjot hilirisasi perikanan budidaya dalam negeri untuk memperkuat ekspor perikanan ke pasar global. KKP menargetkan komoditas budidaya unggulan dalam negeri mampu merajai pasar ekspor dalam kurun waktu 5 sampai 10 tahun mendatang.

“Indonesia harus bisa menjadi juara di perikanan budidaya, karena potensinya sangat besar. Ada lima komoditi unggulan yang menjadi fokus kita yaitu udang, lobster, kepiting, rumput laut, dan tilapia. Kalau lima-limanya ini dalam waktu 5 sampai 10 tahun kita kuat, maka kita akan menjadi champion,” tegas Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono saat membuka Rapat Kerja Teknis (Rakernis) DJPB KKP Tahun 2023 di Yogyakarta, Senin (27/2/2023).

Untuk mencapai target tersebut, KKP mengusung strategi kebijakan ekonomi biru berupa pengembangan budidaya laut, pesisir dan darat yang ramah lingkungan. Strategi ini bertujuan meningkatkan produksi dan kualitas hasil panen dengan peran inovasi teknologi yang ramah lingkungan, mengurangi ketergantungan bahan baku pakan dari luar negeri, serta menumbuhkan usaha-usaha turunan di hilir sektor perikanan.

Perikanan budidaya menurutnya masa depan perikanan Indonesia bahkan dunia, karena tren perikanan tangkap cenderung menurun dari tahun ke tahun. Sementara kebutuhan protein dunia diprediksi akan meningkat hingga 70 persen pada tahun 2050 sesuai data FAO.

“Sejauh ini kita belum ada champion di pasar global, padahal komoditas kita sangat banyak. Ini yang kita benahi, kita susun strateginya bagaimana kita menjadi champion di pasar global. Kita sudah bisa memproduksi indukan udang, kita punya teknologi kultur jaringan, bagaimana ini semua bisa menopang kebutuhan pembudidaya di dalam negeri sehingga produktivitasnya meningkat,” pasarnya.

Khusus komoditas udang yang selama ini menjadi andalan ekspor produk perikanan Indonesia, KKP menerapkan strategi modelling dan revitalisasi tambak tradisional. Tambak udang modelling seluas 69 hektare sedang dibangun di Kebumen, Jawa Tengah dan siap dibangun di tempat-tempat lain.

Kemudian untuk komoditas lainnya, KKP memiliki program Kampung Perikanan Budidaya yang sudah dijalankan di 130 titik. Skala kampung perikanan budidaya ini terus ditingkatkan sehingga tidak hanya proses produksi di hulu yang tumbuh tapi juga usaha turunan di hilir.

“Dengan modelling diharapkan pembangunan tambak di Indonesia mengikuti standar yang sudah ada, sehingga produktivitasnya bagus dan ramah lingkungan. Kemudian kampung budidaya skalanya harus besar. Ini semua butuh endurance agar lima komoditas tadi menjadi champion di pasar global,” pungkasnya.

Resmikan Dua Unit Produksi Pakan

Dalam rapat kerja teknis tersebut, Menteri Trenggono juga meresmikan dua Unit Produksi Pakan Ikan Mandiri (UPPIM) di Kabupaten Oku Timur dan Kabupaten Pasaman.

Keduanya telah selesai dibangun dan siap dioperasikan untuk mendorong peningkatan produktivitas perikanan budidaya di Kampung Perikanan Budidaya, sekaligus mendorong hilirisasi sektor tersebut.

“UPPIM Kabupaten Pasaman di bawah naungan BPBAT Sungai Gelam mampu memproduksi pakan sebanyak 1 ton per jam. Dengan produktivitas itu, UPPIM Pasaman mampu menyuplai 5 persen dari kebutuan kawasan Kampung Mas di Pasaman,” ungkap Dirjen Perikanan Budidaya TB Haeru Rahayu.

Sedangkan UPPIM OKU Timur mampu menyuplai 3.600 ton pakan per tahun atau 6-7 persen dari kebutuhan kawasan Kampung Patin di wilayah itu.

BIRO HUBUNGAN MASYARAKAT DAN KERJA SAMA LUAR NEGERI

KKP Siapkan Penerapan Ekosistem Logistik Nasional

JAKARTA (23/2) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyiapkan langkah-langkah percepatan implementasi National Logistic Ecosystem (NLE) tahun 2023. Selain mendorong Layanan Sistem Karantina Ikan (SISKAROLINE) yang berkolabarasi dengan layanan Sistim Bea Cukai (CEISA), pendekatan kolaboratif Karantina menjadi bagian penting dalam rencana aksi implementasi NLE tersebut.

“Kami terus medorong percepatan dan penguatan penerapan Sistem Single Submission Kepabeanan dan Karantina (SSm QC) di seluruh target lokasi NLE,” kata Kepala BKIPM, Pamuji Lestari saat menghadiri “Leaders Breakfast Meeting” di Jakarta, Selasa, (21/2/2023).

Sosok yang akrab disapa Tari ini mengatakan, dukungan BKIPM juga termasuk dalam peningkatan sinergi dan kolaborasi antara Karantina dengan Bea Cukai serta Kementarian/lembaga terkait. Khusus hal ini, percepatan pengembangan penerapan dilaksanakan dengan Joint Inspection atau inspeksi bersama berbasis Sistem Single Submission (SSm) dan Indonesia Single Risk Management (ISRM) di lokasi target NLE. Kemudian mendukung dan berperan aktif dalam penerapan kanal Jaringan Pencegahan Korupsi Indonesia (JAGA) Pelabuhan.

“Peran BKIPM dalam pemberlakuan kanal ini, sebagai institusi yang terlibat pada jasa layanan kepelabuhanan berupa layanan sertifikasi produk dan hasil perikanan ekspor maupun impor,” ujar Tari.

Disamping keberhasilannya dalam mendukung pencapaian kinerja program NLE, Tari menyebut BKIPM-KKP melalui penerapan Sistem Single Submission Kepabeanan dan Karantina (SSm QC), telah berhasil melakukan efisiensi biaya mencapai 191,32 milyar (33,48 %), dan rata-rata efisiensi waktu sebesar 22,37 %. Terobosan yang telah dilakukan BKIPM-KKP dalam layanan SSm Pabean Karantina yaitu Cukup satu kali submission ke Indonesia National Single Window (INSW).

Penerapan SSm Pabean dan Karantina (QC) telah diimplentasikan secara penuh di 14 Pelabuhan yang menjadi target NLE. Keempat belas lokasinya yaitu Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, Pelabuhan Tanjung Mas Semarang, Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Pelabuhan Belawan Medan, Pelabuhan Balikpapan,Pelabuhan Merak, Pelabuhan Samarinda, Pelabuhan Kendari, Pelabuhan Lampung, Pelabuhan Batu Ampar Batam, Pelabuhan Dumai, Pelabuhan Palembang dan Pelabuhan Pontianak.

“Sebelumnya perlu 2 kali, baik ke Karantina dan Bea Cukai, memotong tahapan proses bisnis dari 10 tahapan menjadi 3 tahapan, Proses yang semula serial berubah menjadi paralel, serta telah dilakukannya pemeriksaan bersama (joint inspection) Pabean Karantina,” jelas Tari.

Pada kesempatan ini, BKIPM mengusulkan untuk lokasi bandara yang akan menjadi target penerapan NLE yaitu Bandara Soekarno-Hatta- Cengkareng, Bandara Kualanamo- Medan, Bandara Ngurah Rai – Denpasar, Bandara Hasanuddin -Makasar dan Bandara Juanda –Surabaya.

“Secara umum penyelesaian setiap rencana aksi pada program pembangunan NLE, sampai dengan tanggal 31 Desember 2022 berjalan sesuai timeline. Adapun nilai kinerja BKIPM KKP dalam penerapan Sistem Single Submission Kepabeanan dan Karantina (SSm QC) dari Bulan Juni 2020 s/d Desember 2022 mencapai 87,5 %,” urai Tari.

Sebagai informasi, NLE menjadi amanat INPRES No. 5 Tahun 2020 tentang Penataan Ekosistem Logistik Nasional (NLE). Hasil Rapat Terbatas dalam rangka pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penataan Ekosistem Logistik Nasional (National Logistic Ecosystem/NLE), yang dipimpin oleh Menteri Koodinator Bidang Perekonomian) pada tanggal 24 Januari 2023 telah disepekati bahwa rencana kerja NLE 2023 yaitu meningkatkan keandalan sistem, kolaborasi dan utilisasi, dan tambahan cakupan pelabuhan laut/bandar udara yang menerapkan NLE.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengingatkan bahwa proses distribusi memiliki peran besar dalam sektor kelautan dan perikanan Indonesia. Proses ini untuk memastikan produk perikanan dari produsen sampai ke tangan konsumen. Ia juga menjelaskan besarnya peran distribusi logistik saat kebijakan penangkapan ikan terukur nantinya diimplementasikan.

HUMAS BKIPM

Menteri Trenggono Ingatkan Perusahaan Tambang Wajib Kantongi PKKPRL

KOLAKA, (24/2) – Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono bersama Anggota IV Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Haerul Saleh meninjau pelaksaanan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) di terminal khusus PT Kolaka Nickel Indonesia di Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, Kamis (23/2/2023).

Keduanya mengimbau perusahaan yang memanfaatkan ruang laut untuk pembangunan terminal khusus sebagai pendukung aktivitas pelayanan kepelabuhan laut, untuk segera mengurus PKKPRL mengingat masih ada perusahaan di wilayah itu yang belum mengantongi persyaratan dasar kegiatan berusaha tersebut.

“Saya kira kita juga ingatkan kepada perusahaan perusahaan yang melakukan urusan di laut, kita minta mereka segera mengurus PKKPRL. Saya jamin prosesnya tidak lama,” ungkap Menteri Trenggono usai melakukan kunjungan.

Menteri Kelautan dan Perikanan telah menerbitkan empat dokumen PKKPRL yang berlokasi di Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2022 kepada tiga pelaku usaha. Total nilai Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang diterima dari penerbitan tersebut Rp6,36 M.

Penerbitan PPKPRL menurutnya, selain untuk menjamin ketaatan terhadap rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut, juga memperhatikan kelestarian ekosistem pesisir, keberadaan wilayah pelindungan dan pelestarian biota laut, keberadaan wilayah pelindungan situs budaya dan fitur geomorfologi laut yang unik.

Kemudian memperhatikan kepentingan masyarakat dan nelayan tradisional, kepentingan nasional, keberadaan wilayah pertahanan dan keamanan negara, serta mempertimbangkan fungsi peruntukan zona, jenis kegiatan dan skala usaha, daya dukung dan daya tampung/ketersediaan ruang laut, kebutuhan ruang untuk mendukung kepentingan kegiatan, pemanfaatan ruang laut yang telah ada, teknologi yang digunakan, dan/atau potensi dampak lingkungan yang ditimbulkan.

Selain PKKPRL, Menteri Trenggono mengimbau perusahaan agar proses distribusi hasil tambang jangan sampai mencemari laut, termasuk limbah harus diolah secara bertanggung jawab. Hal ini karena di beberapa tempat pernah terjadi tumpahan yang akhirnya mengancam kesehatan biota di sekitar area tumpahan, serta mengganggu kenyamanan masyarakat akibat pencemaran yang ditimbulkan.

“Tapi yang paling penting kita ingin mengingatkan melalui pemerintah daerah juga, agar menjaga tailing atau limbah, benar benar bisa dijaga dengan baik sebelum masuk ruang laut dan lain sebagainya. Itu harus ada langkah-langkah pengawasan ya. Karena kemudian akan terus mengalir ke laut, dampaknya juga akan merusak lingkungan laut,” tegasnya.

Senada dengan Menteri Trenggono, Anggota IV BPK Haerul Saleh turut mengimbau pelaku usaha pertambangan di Kolaka untuk patuh pada aturan. Kepatuhan ini menurutnya akan meningkatkan pemasukan keuangan negara yang nantinya dapat digunakan untuk mendukung percepatan pembangunan di wilayah tersebut.

BIRO HUBUNGAN MASYARAKAT DAN KERJA SAMA LUAR NEGERI

KKP Pastikan Perppu CK Ciptakan Iklim Usaha Perikanan Yang Kondusif

JAKARTA, (24/2) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memastikan bahwa prinsip ultimum remedium yang lebih mengedepankan sanksi administratif sebelum sanksi pidana dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Ciptaker) akan mendukung dunia usaha kelautan dan perikanan dan menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif.

Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Laksda TNI Dr. Adin Nurawaluddin, M.Han menyampaikan bahwa pasca diterbitkannya Perppu No. 2 Tahun 2022 sebagai pelaksanaan dari putusan Mahkaman Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020, seluruh peraturan pelaksanaan UU CK pada dasarnya masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Perppu tersebut.

“Sesuai Pasal 184 Perppu CK, secara umum pelaksanaan pengawasan dan penegakan hukum di bidang kelautan dan perikanan tetap dilaksanakan sesuai prinsip ultimum remedium, yakni mengedepankan pengenaan sanksi administratif sebelum sanksi pidana”, terang Adin pada Sosialisasi Perppu Cipta Kerja, Selasa (21/2) di Bogor, Jawa Barat.

Meski demikian, Adin menjabarkan bahwa terdapat beberapa penyempurnaan terminologi dalam Perppu Ciptaker yang bertujuan untuk memberikan kepastian hukum bagi Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Perikanan dalam merumuskan pasal sangkaan bagi pelaku usaha yang melanggar peraturan perundang-undangan.

Istilah tidak memenuhi perizinan berusaha dikategorikan sebagai pelanggaran administrasi perizinan berusaha, sehingga akan dikenakan sanksi administratif. Sedangkan istilah tidak memiliki perizinan berusaha dikategorikan bahwa pelaku usaha yang melanggar tidak memiliki satupun dokumen perizinan berusaha yang dipersyaratkan, sehingga pelanggaran tersebut dapat dikenakan sanksi pidana.

“Diharapkan pelaku usaha memahami penerapan sanksi administratif dan sanksi pidana untuk kepatuhan dalam pelaksanaan perizinan berusaha sesuai ketentuan yang berlaku”, ungkap Adin.

Lebih lanjut Adin menegaskan bahwa dengan tidak adanya perubahan substansi mengenai jenis-jenis sanksi administratif, maka penegakan hukum dalam Perppu Ciptaker tetap menerapkan sanksi administratif yang terdiri dari teguran atau peringatan tertulis, paksaan pemerintah, denda administratif, pembekuan hingga pencabutan perizinan berusaha.

“Ketentuan lebih lanjut sanksi administratif tetap diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan, Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penataan Ruang terkait pemanfaatan ruang laut, serta Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 31 Tahun 2021 yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 26 Tahun 2022 tentang Pengenaan Sanksi Administratif di Bidang Kelautan dan Perikanan”, jelas Adin.

Menurut Adin, penerapan sanksi administratif dipandang efektif mengingat waktu penyelesaiannya relatif cepat yaitu paling lambat 21 hari, sedangkan untuk pidana, waktu penyidikan saja sampai dengan 30 hari, belum termasuk proses penuntutan sampai dengan inkracht, di mana kemungkinan putusan dapat berbentuk hukuman penjara dan penyitaan kapal, sehingga dampak pengenaan sanksi pidana sangat signifikan yaitu dapat membuat tutupnya usaha yang dilakukan. Sementara pengenaan sanksi administratif cenderung lebih memberikan kesempatan kepada dunia usaha untuk tetap melanjutkan usaha.

“Tentunya kami mengharapkan pelaku usaha di bidang kelautan dan perikanan dapat terus berkembang dan maju menjadi besar. Di sisi lain, kami juga menegaskan kepada para pelaku usaha supaya dapat melaksanakan kegiatan usaha dengan tetap mematuhi setiap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”, tanggap Adin.

Hadir dalam Sosialisasi Perppu Cipta Kerja Staf Ahli Bidang regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Ekonomi, Biro Hukum Setjen KKP, Direktur Pemantauan dan Operasi Armada, Direktur Penanganan Pelanggaran, Direktur Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Perikanan yang diwakili oleh Koordinator Pengawasan Pengolahan Hasil Perikanan, dan Direktur Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan yang diwakili oleh Koordinator Pengawasan Pemanfaatan Ruang Laut.

Sosialisasi ini diikuti secara daring dan luring oleh kurang lebih 400 peserta yang terdiri dari pelaku usaha di bidang kelautan dan perikanan, Pengawas Perikanan, Polsus PWP3K, PPNS di bidang Kelautan dan Perikanan, Dinas Kelautan dan Perikanan, serta aparat penegak hukum dari TNI-Al dan Polri.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono optimistis regulasi tentang cipta kerja akan mendukung dunia usaha kelautan dan perikanan. Menurutnya, hal ini merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk mewujudkan iklim usaha sektor kelautan dan perikanan sebagai motor penggerak ekonomi dimasa resesi global dengan tetap menerapkan kebijakan yang menyeimbangkan ekonomi dan ekologi.

HUMAS DITJEN PSDKP

KKP Tetapkan Hiu Berjalan Sebagai Jenis Ikan Dilindungi Penuh

JAKARTA, (22/02) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menetapkan perlindungan populasi Ikan Hiu Berjalan (Hemiscyllium spp.) dengan status perlindungan penuh. Penetapan status tersebut bertujuan untuk menjaga dan menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan spesies tersebut yang cenderung mengalami penurunan populasi dalam beberapa tahun terakhir.

Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Ditjen PRL) Victor Gustaaf Manoppo menjelaskan bahwa Keputusan terkait status perlindungan penuh Hiu Berjalan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (Kepmen KP) Nomor 30 Tahun 2023 tentang Perlindungan Penuh Ikan Hiu Berjalan yang ditandatangani oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono pada akhir Januari lalu.

“Hiu berjalan merupakan salah satu dari 20 jenis ikan prioritas konservasi KKP tahun 2020-2024. Penurunan populasi serta ancaman kerentanan dan kelangkaan jenis ikan hiu berjalan ini, menjadi pertimbangan perlunya membuat kebijakan pengelolaan sumber daya ikan tersebut. Terlebih, ikan ini memiliki range size/populasi kecil, sehingga rentan mengalami kepunahan,” jelas Victor.

Ikan hiu berjalan dari genus Hemiscyllium merupakan spesies endemik yang ditemukan di perairan Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua Nugini, dan Australia. Terdapat sembilan spesies hiu berjalan hingga saat ini di dunia, enam diantaranya ditemukan di perairan Indonesia.

“Berdasarkan penilaian pada tahun 2020, seluruh spesies hiu berjalan telah masuk dalam daftar merah The International Union for Conservation of Nature (IUCN) karena kerentanan dan kelangkaannya. Bahkan  dua spesies ikan hiu berjalan masuk ke dalam kategori hampir terancam (near threatened), tiga spesies dikategorikan rentan (vulnerable), dan satu spesies memiliki kategori sedikit perhatian (least concern),” ungkapnya.

Sementara itu, Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut Firdaus Agung menerangkan sifat umum biologi dari kelompok hiu berjalan yang cenderung hidup menetap di dasar perairan yang dangkal, tidak aktif bergerak dan hidup di habitat yang spesifik (daerah terumbu karang dan padang lamun), menyebabkan tidak adanya percampuran populasi antar tiap anggota spesiesnya di wilayah tersebut. Lewat studi analisa molekuler menunjukkan bahwa sifat biologi yang unik dari kelompok hiu berjalan ini yang menyebabkan terjadinya proses spesiasi secara alami yang mengikuti pergerakan lempeng tektonik dan proses hidrologi dalam waktu kurun puluhan juta tahun yang silam.

“Setiap jenis ikan Hemiscyllium memiliki kekhasan genetik yang ditunjukkan secara morfologis melalui pola dan corak warna yang berbeda-beda. Keragaman genetis dari setiap spesies ikan hiu berjalan ini merupakan suatu keunikan tersendiri yang harus dipertahankan untuk terjaga kemurniannya, “ terang Firdaus.

Ikan hiu ini bukan merupakan target sebagai ikan konsumsi, namun pemanfaatannya diduga semakin meningkat untuk keperluan ikan hias mengingat karakter dan morfologinya yang unik. Padahal, ikan ini memiliki potensi yang tinggi dari sisi pariwisata yaitu sebagai salah satu jenis ikan yang memiliki daya tarik bagi para penyelam.

“Pasca penetapan status perlindungan ikan hiu berjalan, KKP akan melakukan sosialisasi tentang status perlindungannya ke masyarakat dan menyusun Rencana Aksi Nasional konservasinya,” tutup Firdaus.

Sebelumnya Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan perlunya mendorong dan memprioritaskan keberlanjutan ekologi laut seiring dengan pemanfaatan laut secara optimal, baik dari aspek ekonomi maupun sosial budaya. Dengan demikian, tidak hanya generasi saat ini yang dapat merasakan manfaat sumber daya kelautan dan perikanan, tetapi juga generasi yang akan datang. HUMAS DITJEN PENGELOLAAN RUANG LAUT

KKP Gandeng SEAFDEC Dukung Program Prioritas KKP

JAKARTA, (21/2) – Kementerian Kelautan dan Perikanan menggandeng The Southeast Asian Fisheries Development Center (SEAFDEC) untuk mendukung program prioritas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan program prioritas Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM).  SEAFDEC pun memberikan apresiasi, bahkan akan mendorong program-program tersebut menjadi program regional di Asia Tenggara.

Hal tersebut disampaikan delegasi SEAFDEC pada audiensi dengan KKP, yang diterima oleh Kepala BRSDM I Nyoman Radiarta sebagai Alternate Council Director SEAFDEC untuk Indonesia, Selasa (14/2), di Kantor BRSDM, Jakarta Pusat.

Pada pertemuan tersebut, Nyoman menyampaikan, KKP berkomitmen untuk mendorong implementasi pembangunan ekonomi biru melalui lima program strategis. Pertama, penambahan luas kawasan konservasi laut dengan target 30% dari luas wilayah perairan Indonesia. Kedua, penangkapan ikan terukur yang berbasis pada kuota. Ketiga, pembangunan budidaya laut, pesisir, dan darat yang berkelanjutan. Keempat, pengelolaan dan pengawasan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil. Kelima, pembersihan sampah plastik di laut melalui gerakan partisipasi nelayan atau Bulan Cinta Laut.

Nyoman mengatakan, untuk mendukung kelima program prioritas KKP tersebut, pihaknya telah menetapkan program prioritas BRSDM. Program pertama adalah Vocational Goes to Actors (VOGA), yang dilakukan melalui pendidikan, pelatihan, penyuluhan. Pendidikan vokasi diselenggarakan melalui satuan-satuan pendidikan yang bertransformasi menjadi Ocean Institute of Indonesia. Sementara itu pelatihan diselenggarakan oleh enam Balai Diklat dan penyuluhan oleh para penyuluh perikanan di seluruh Kabupaten/Kota seluruh Indonesia.

Program Kedua adalah Smart Fisheries Village (SFV) atau desa perikanan cerdas. SFV merupakan konsep pembangunan desa perikanan berbasis teknologi informasi dan manajemen tepat guna. Melalui program ini, BRSDM menargetkan peningkatan ekonomi masyarakat, serta kegiatan produksi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. BRSDM memiliki dua konsep SFV yakni SFV berbasis Desa dan SFV berbasis Unit Pelaksana Teknis (UPT). Pembangunan SFV tidak hanya dilakukan secara fisik, namun juga pada tatanan sosial dan kelembagaannya sehingga daya saing desa meningkat dan terjadi peningkatan kapasitas SDM.

Implementasi program prioritas KKP dan BRSDM memerlukan sinergi dan kerja sama dengan berbagai pihak, baik dalam maupun luar negeri. Untuk itu, Nyoman mendorong kemitraan dengan SEAFDEC dalam rangka implementasi program prioritas KKP dan BRSDM.

Delegasi SEAFDEC mengapresiasi dan menyambut baik Program Prioritas KKP dan BRSDM tersebut. Bahkan Sekretaris Jenderal SEAFDEC Malinee Smithrithee tertarik untuk mendorong Program Prioritas KKP, khususnya Program Bulan Cinta Laut, dan Program Prioritas BRSDM, khususnya SFV, menjadi program regional di Asia Tenggara.

Program Bulan Cinta Laut sejalan dengan inisiasi SEAFDEC dalam memerangi sampah plastik di laut. Demikian juga dengan SFV diapresiasi SEAFDEC karena merupakan terobosan dalam meningkatkan kesejahteraan dan kapasitas masyarakat setempat serta mengedukasi anak-anak dan generasi muda. SFV di Desa Panembangan sebagai pilot project mendapat apresiasi SEAFDEC karena memadukan sektor perikanan dengan pertanian dan pariwisata. 

SEAFDEC juga memandang Indonesia memiliki keunggulan dalam pengelolaan perikanan. Untuk itu Indonesia diundang untuk menjadi tenaga ahli bagi SEAFDEC. Namun demikian, sebaliknya Indonesia juga tetap bisa mendapatkan pelatihan dari SEAFDEC. Nyoman mendorong pelatihan tersebut berupa Training of Trainers bagi tenaga pendidik, instruktur, widyaiswara, dan sebagainya.

Selain itu, Nyoman juga mendorong kemitraan dengan SEAFDEC melalui Sister Program antara satuan-satuan pendidikan lingkup KKP dengan institusi pendidikan di negara-negara anggota SEAFDEC. Kemitraan tersebut dapat dilakukan baik melalui luring, daring, maupun hybrid.

Sebagai informasi, SEAFDEC merupakan organisasi antar pemerintah yang didirikan oleh Jepang, Siangpura dan Thailand pada tanggal 28 Desember 1967 yang bertujuan untuk mendukung pengembangan perikanan di kawasan Asia Tenggara. Anggota SEAFDEC adalah seluruh negara ASEAN dan Jepang.

Turut hadir pada audiensi SEAFDEC dengan KKP ini dari KKP antara lain Kepala Biro Humas dan Kerja Sama Luar Negeri Ari Prabowo sebagai National Coordinator SEAFDEC untuk Indonesia, Kepala Balai Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Rudi Alek Wahyudin sebagai Chief Inland Fishery Resources Development and Management Department SEAFDEC, dan para perwakilan dari Unit Esleon I lingkup KKP serta BRPPUPP Palembang. Turut hadir juga dari SEAFDEC yaitu Policy and Program Coordinator Worawit Wanchana dan Project Planning and Management Division Head Isara Chanrachkij.

Sebelumnya diberitakan, upaya penguatan kerja sama kelautan dan perikanan terus dilakukan oleh KKP di era kepemimpinan Menteri Trenggono. Kerja sama tersebut merupakan bagian dari upaya membina hubungan baik dalam rangka mendukung soft diplomasi Indonesia di tingkat regional untu mendukung dan mengarahkan kebijakan internasional yang sesuai dengan visi, misi, dan serta sejalan dengan program strategis KKP.

HUMAS BRSDM

KKP Tingkatkan Kompetensi Pengajar di Bidang Budidaya Ikan

SUKAMANDI, (21/2) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berupaya meningkatkan kompetensi dan kualitas tenaga pengajar satuan pendidikan KP dengan melaksanakan pembaharuan pengetahuan secara berkelanjutan. Salah satunya melalui Training of Trainers (ToT) terkait Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) dan Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB), dalam rangka mencetak peserta didik yang andal serta menyukseskan program prioritas KKP.

ToT tersebut terlaksana secara blended learning di Balai Diklat Aparatur (BDA) Sukamandi, pada minggu ke-III Februari 2023. Kegiatan ini diikuti 73 tenaga pendidik baik itu guru/dosen dari satuan pendidikan lingkup Pusat Pendidikan Kelautan dan Perikanan (Pusdik KP), yang didampingi Tenaga Pengajar dari Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB).

ToT ini ditujukan agar para guru dan dosen dapat menjadi fasilitator CBIB dan CPIB bagi para taruna. Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM), I Nyoman Radiarta, menuturkan bahwa pembekalan bagi guru dan dosen lingkup satdik KP ini perlu dilakukan utamanya terkait CBIB dan CPIB guna mencetak lulusan yang berkualitas di bidang perikanan budidaya.

“BRSDM terus berkomitmen dalam mendukung implementasi strategi blue economy, salah satunya melalui penyiapan SDM kompeten dan bermutu serta andal dalam pelaksanaan perikanan budidaya agar potensi yang kita miliki dapat terlaksana secara optimal,” terang Nyoman.

Pembekalan kepada guru dan dosen ini, menurutnya menjadi langkah awal penyebarluasan informasi mengenai CBIB dan CPIB kepada para taruna/i sehingga para lulusan yang nantinya akan bekerja di dunia usaha maupun dunia industri, memiliki pengetahuan dan keterampilan mengenai cara budidaya ikan yang baik dan benar.

Hal senada disampaikan Kepala Pusat Pelatihan dan Penyuluhan Kelautan dan Perikanan (Puslatluh KP), Lilly Aprilya Pregiwati. Dikatakan bahwa para pelaku usaha penting untuk menerapkan tata cara budidaya ikan yang berkelanjutan, di mana kegiatan pembenihan menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan usaha budidaya perikanan. 

“Dalam praktik perikanan budidaya yang sustainable, kecukupan dan mutu benih harus diperhatikan. Hal tersebut dapat terjadi jika para pembudidaya menerapkan teknik pembenihan yang sesuai dengan standar dan prosedur yang baik. Melalui penerapan CBIB dan CPIB, pembudidaya akan memperoleh berbagai manfaat seperti efisiensi produksi, memperkecil kegagalan, dan meningkatkan daya saing serta kesempatan ekspor,” ucap Lilly. 

Ia juga menekankan kepada para peserta untuk mengikuti kegiatan ini dengan sebaik-baiknya karena setelah ini, mereka akan menjadi trainers sekaligus fasilitator mengenai CBIB dan CPIB bagi para Taruna/i.

Sementara itu, Kepala BDA Sukamandi, R. Hernan Mahardika, menuturkan bahwa CBIB dipergunakan dalam rangka mewujudkan jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan sesuai standar Nasional dan Internasional. ToT ini menggunakan metode penyampaian materi pembelajaran mandiri, kuis dan tugas, diskusi dan curah pendapat, serta praktik mengajar. Saya mengharapkan para peserta dapat mengimplementasikan ilmu yang didapat kepada para anak didiknya di kemudian hari.

ToT  ini pun mendapat respon baik dari Vini Taru Prajayanti, seorang Guru sekaligus peserta ToT. Vini menyampaikan apresiasinya kepada penyelenggara dan para pelatih yang telah mencurahkan ilmu dan keahliannya dalam kegiatan pelatihan ini. “Saya mewakili seluruh peserta mengucapkan apresiasi kami kepada panitia dan para pelatih kegiatan ToT CBIB dan CPIB ini. Pelatihan ini menambah wawasan saya dan kawan-kawan mengenai cara berbudidaya ikan yang baik dan benar,” ucap Vini. 

Hal yang sama dirasakan oleh Irma Diana Soumedina. Sebagai salah satu peserta guru dari Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) Waiheru, ia merasa senang dapat mengikuti kegiatan ToT ini. “Kami merasa senang dapat turut serta dalam kegiatan ini. Diharapkan ke depan, kegiatan ToT seperti ini dapat diperbanyak untuk meningkatkan kompetensi tenaga pengajar dalam bidang kelautan dan perikanan,”

Sebelumnya, turut diadakan Pelatihan ToT HACCP bagi guru sebanyak 20 orang peserta dari Satuan Pendidikan Lingkup Pusdik KP sekaligus Pelatihan 5C for Smart ASN Lingkup BRPI-BDA Sukamandi pada 6-9 Februari 2023 yang diikuti oleh 100 orang peserta. Kedua pelatihan tersebut difasilitasi oleh BDA Sukamandi dengan tujuan untuk menyiapkan kompetensi para guru agar menjadi fasilitator HACCP dan internalisasi softskill 5C yang mencakup Communication Skills, Collaboration Skills, Critical Thinking Skills, Creative Thinking Skills dan Continuous Learning Skills dalam rangka membangun Smart ASN KKP.

HUMAS BRSDM

KKP Latih Nelayan untuk Kawal Blue Economy

BITUNG (14/2) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) terus melakukan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dalam penanganan dan pengolahan ikan. Pelatihan-pelatihan tersebut juga dimaksudkan sebagai upaya mengawal program-program blue economy yang saat ini sedang menjadi prioritas KKP.

Kepala Pusat Pelatihan dan Penyuluhan Kelautan dan Perikanan (Puslatluh KP) BRSDM Lilly Aprilya Pregiwati mengatakan, pada 7 Februari 2023 pihaknya menggelar dua pelatihan sekaligus, yaitu Pelatihan Pembuatan Fish Roll dan Pelatihan Penanganan Hasil Tangkapan secara daring. Total terdapat 1.293 peserta yang mengikuti kedua pelatihan tersebut, terdiri dari 546 orang pada Pelatihan Penanganan Hasil Tangkapan dan 747 orang pada Pelatihan Pembuatan Fish Roll. Pelatihan ini difasilitasi oleh Balai Pelatihan dan Penyuluhan Perikanan (BPPP) Bitung, Sulawesi Utara.

Pelatihan tersebut juga menyasar khusus masyarakat perikanan yang berasal dari Desa Sei Pancang, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara dan Desa Kema III, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara. Hal itu berkaitan dengan dukungan untuk Kampung Nelayan Maju yang berada di Desa Kema III.

Seluruh peserta menyambut baik kedua pelatihan tersebut. Hal itu diungkapkan Novita, peserta dari Desa Kema III, Kabupaten Minahasa Utara, dan Fathan, peserta dari Kabupaten Nunukan.

“Saya mewakili kelompok Novita mengucapkan terima kasih banyak kepada Puslatluh KP dan BPPP Bitung yang sudah mengadakan Pelatihan Pembuatan Fish Roll sehingga dapat menambah keterampilan kami semua. Saya berharap pelatihan seperti ini dapat diadakan kembali di waktu yang akan datang,” jelas Novita.

“Saya mewakili para nelayan dari Kabupaten Nunukan berterima kasih atas digelarnya Pelatihan Penanganan Hasil Tangkapan. Semoga ilmu yang kami dapatkan bisa diterapkan dalam kegiatan sehari-hari kami dalam bekerja,” ujar Fathan.

Sebelumnya, pada 19 Januari 2023, sebagai percepatan dalam mendukung program strategis KKP, BRSDM juga menggelar kegiatan ‘Pelatihan Standar Mitigasi Hadapi Bencana Pesisir’ yang difasilitasi oleh BPPP Tegal. Pelatihan ini dilaksanakan secara daring dengan diikuti sebanyak 600 peserta dari seluruh Indonesia.

Diberitakan sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mendorong kegiatan pelatihan dan berpesan agar terus terus dikembangkan sehingga menghasilkan SDM yang terampil.

“Saya berharap pada jajaran BRSDM untuk selalu berkoordinasi dengan seluruh unit kerja eselon I di KKP dan Pemda dalam menentukan pelatihan yang akan dilaksanakan. Sehingga pelatihan yang diselenggarakan harus mampu menciptakan calon wirausaha dan startup baru kelautan dan perikanan, yang tangguh dan kompeten,” tutur Menteri Trenggono.

HUMAS BRSDM

KKP-Seychelles Kolaborasi Tingkatkan Kualitas SDM untuk Sukseskan Implementasi Ekonomi Biru

JAKARTA, (10/2) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berkolaborasi dengan Seychelles dalam peningkatan pengetahuan dan keilmuan mengenai blue carbon untuk mendukung Blue Economy.

Kolaborasi tersebut berupa pelaksanaan kegiatan Training on Trainers (ToT) on the Blue Economy Program yang berlangsung secara hybrid diikuti 700 peserta, Kamis,(9/2). Hadir tiga narasumber dari United Kingdom Blue Economy Solution, yakni Ralph Chami, Jonathan Turner, dan Andrew Hamflett.

“Kegiatan ini merupakan rangkaian kolaborasi antara KKP dan Seychelles yang sudah diinisiai sejak tahun 2021, dalam rangka penajaman blue economy serta memberikan tambahan pengetahuan dan keilmuan mengenai Blue Carbon, Blue Bond, dan Marine Protected Area, serta pentingnya pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan yang berkelanjutan, untuk menjamin keberlanjutan ekosistem perikanan di Indonesia, mendorong distribusi ekonomi yang merata di wilayah pesisir, meningkatkan daya saing produk perikanan di pasar global, hingga sebagai solusi persoalan iklim dengan terjaganya ekosistem blue carbon ,” papar Nyoman pada kegiatan tersebut.

Blue carbon merupakan cadangan emisi yang diserap, disimpan dan dilepaskan oleh ekosistem pesisir dan laut.  Di Indonesia, blue carbon tersebar di ekosistem pesisir seperti hutan mangrove, hutan bakau, padang lamun, maupun lahan gambut di kawasan pesisir.

Ekosistem blue carbon  juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber ekonomi  bagi masyarakat pesisir. Mengingat pentingnya blue carbon bagi kelangsungan ekosistem dunia dimana Indonesia berperan dalam menyumbang ketersediaannya maka  menjadi kewajiban kita bersama untuk menjaga kelestarian ekosistem terutama mangrove, lamun maupun rumput laut.

“Kami mengharapkan kegiatan ini memberikan pencerahan kembali bagi kita semua akan pentingnya pengelolaan sumber daya perikanan yang berkelanjutan. Menerapkan konsep blue economy  dengan mengembangkan kreativitas dan inovasi yang dapat menciptakan industri baru dengan memanfaatkan sumberdaya seefisien mungkin untuk kesejahteraan masyarakat,” tegas Nyoman.

Melalui ToT, Nyoman juga berharap kegiatan serupa dapat dilanjutkan dengan menyasar peserta yang lebih luas lagi, khususnya kepada peserta didik yang ada di satuan pendidikan lingkup KKP, sebagai bahan ajar.

Dalam kesempatan tersebut, Andrew Hamflett mengapresiasi kebijakan Indonesia yang memiliki program memperluas kawasan konservasi sampai dengan 30 persen dari total luas kawasan perairan Indonesia. Menurutnya, kunci keberhasilan Marine Protected Area adalah manajemen. 

Hadir dalam kesempatan tersebut, Kepala BBRSEKP, Rudi Alek; Deputy Seychelles Mission for ASEAN Jakarta, Jordy Pratama; serta para pejabat lingkup BRSDM KKP.

Sebagai informasi, lima program ekonomi biru KKP meliputi perluasan target kawasan konservasi perairan, penerapan kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota, pengembangan budidaya perikanan ramah lingkungan khususnya untuk komoditas unggulan ekspor (udang, kepiting, rumput laut, lobster), pengelolaan berkelanjutan pesisir dan pulau-pulau kecil, serta penanganan sampah plastik di laut melalui program Bulan Cinta Laut.

HUMAS BRSDM